Di Indonesia, Idul Fitri atau Lebaran, selalu identik dengan makanan-makanan khasnya. Opor ayam, rendang dan sayur manisa adalah masakan-masakan yang selalu kita temui saat berkunjung ke rumah orang tua, ataupun sanak saudara. Dan tentunya ada satu makanan pelengkap yang juga tak pernah absen kita temui, yaitu Ketupat.
Ketupat mirip seperti lontong, berbahan dasar beras yang dimasukkan di suatu anyaman janur, yang kemudian direbus hingga matang dan mengeras. Ketupat sendiri berasal dari bahasa Kaffah atau bahasa lainnya Kafatan yang memiliki arti sempurna.
Ketupat sendiri dipopulerkan pertama kali pada masa Sunan Kalijaga. Beliau memperkenalkan simbol tersebut untuk memperingati suatu perayaan dengan nama perayaan Kupatan. Daun kelapa dipilih sebagai media untuk mewakili banyaknya pohon kelapa yang tumbuh di pesisir pantai.
Dikarenakan diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga, ketupat lebih populer di daerah pulau jawa. Meskipun di daerah lain pun banyak yang juga mengadopsi tradisi ketupat, namun untuk masakan pelengkapnya berbeda-beda menyesuaikan dengan kesukaan di daerah masing-masing.
Penggunaan ketupat ini ada 2 momen berbeda, namun tetap berdekatan dengan suasana Idul Fitri. Sebagian masyarakat menggunakan ketupat saat hari lebaran, sebagai sarana masakan saat keluara besar berkumpul. Namun ada juga sebagian masyarakat lainnya yang membuat ketupat pada saat 1 minggu setelah hari raya Idul Fitri.
Untuk masyarakat yang membuat ketupat pada saat 1 minggu setelah Idul Fitri, mereka menyebutnya dengan tradisi Hari Raya Ketupat dengan diawali puasa syawal selama 6 hari. Berbeda dengan Idul Fitri yang sarat akan nilai ibadah, untuk Hari Raya Ketupat ini lebih pada perayaan sebagai bentuk bersyukur karena berhasil melewati satu bulan berpuasa di bulan Ramadhan.
Melihat dari sejarahnya, tradisi ini sengaja dipopulerkan oleh Sunan Kalijaga untuk mempertahankan suasana kehangatan dan keakraban berkumpul dalam keluarga besar untuk waktu yang lebih lama. Mengingat momen Ramadhan dan Idul Fitri hanya datang sekali dalam satu tahun, dan merupakan momen maaf-maafan yang tentunya sayang kalau harus dilewati dalam 1 atau 2 hari saja.
Walaupun begitu, tidak ada salahnya untuk tetap menjaga silaturahmi setiap waktu, meski bukan pada saat Ramadhan dan Idul Fitri, kepada keluarga khususnya dan juga para kerabat pada umumnya. Mengingat menjaga silaturahmi adalah tugas untuk setiap muslim.
0 comments:
Posting Komentar