Bercita-citalah Setinggi Langit, Tapi Tetaplah Berpijak di Bumi!

Begitulah nasehat yang biasa ditanamkan oleh orang tua kita, bahwa segala hidup ini harus memiliki sebuah obsesi yang besar. Sangat besar, namun tetap tak lupa darimana kita berasal. Tidak jarang dalam keseharian kita, begitu banyak drama-drama kehidupan yang dimainkan oleh peran-peran kita sebagai manusia yang penuh dengan lika-liku yang terkadang tak akan bisa kita pahami satu sama lain.

Ini adalah sebuah catatan untuk menggugah bagaimana kita harus bisa merasa cukup ketika kita menjalankan sesuatu hal. Cukup bukan berarti berhenti, tapi cukup adalah bisa mengukur seberapa besar hal yang kita butuhkan dan seberapa layak kita mendapatkannya. Selebihnya, biarkan saja, itu bukan milik kita. Biarkan saja, toh itu hanya berputar di dunia ini saja. Kemuliaan lebih berharga ketika kita bisa menjalankan hakikat hidup kita yaitu sebagai hamba Alloh dan menjadi rahmat seluruh alam.

Tak usah membayangkan alam sebagai keseluruhan dunia. Cukuplah melihat bahwa alam adalah segala sesuatu yang terhampar di bumi. Apakah itu, keluarga kita, istri kita, anak kita, orang tua kita, saudara kita, teman kerja kita, teman seperjuangan kita dalam menjalani hidup dan lain sebagainya. Simpel bukan?

Setiap orang berhak untuk keadaan dan kehidupan yang layak. Segala sesuatunya harus dinilai sempurna di mata kita. Namun bukan berarti semuanya harus sempurna untuk bisa kita lakukan. Menilai adalah sebuah ukuran atas cara pandang kita terhadap sesuatu. Dan ukuran itu bisa kita jadikan barometer atau batas kemana kita akan melangkahkan hidup kita. Nilai sukses misalnya, tidak akan pernah ada ukuran yang benar-benar pasti untuk setiap orang. Kita melihat orang lain sukses, tapi orang lain melihat kita lebih sukses. Nah loh, repot kan? Yang penting adalah jadikan penilaian kita sebagai arah dan tujuan dalam membangun kerajaan alam kita. Yaitu "kerajaan sukses", cukup di mata kita pribadi dan Alloh saja. Bagaimana caranya, bersyukurlah atas apa yang kau terima. Itu saja.

Artikel-ku yang lain:

1 komentar: